Kamis, 22 Maret 2012

ayat-ayat produksi


BAB I
PENDAHULUAN

Produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Pada saat kebutuhan manusia masih sedikit dan sederhana, kegiatan produksi dan konsumsi sering dilakukan oleh sendiri. Seseorang memproduksi sendiri barang dan jasa yang di konsumsinya, seiring dengan semakin beragamnya kebutuhan konsumsi dan keterbatasan sumber daya yang ada,  maka seseorang tidak dapat lagi menciptakan sendiri barang dan jasa yang dibutuhkannya, tetapi memperoleh dari pihak lain. Pemahaman produksi dalam Islam memiliki arti sebagai bentuk usaha keras dalam pengembangan faktor-faktorfaktor produksi yang diperbolehkan. Hal ini sesuai firman Allah agar manusia mengeksplorasi kekayaan alam yang dihalalkan

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang Telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Maidah: 87)


BAB II
PRODUKSI

A.    PENGERTIAN PRODUKSI
Produksi dalam bahasa arab adalah al-Intaaj dari kata nataja tetapi dalam istilah fiqih lebih dikenal dengan kata tashil yaitu mengandung arti penghasilan atau menghasilkan sesuatu. Begitu pun Ibnu Khaldun menggunakan kata tashil untuk produksi ketika ia membahas pembagian spesialiasai tenaga kerja.
Produksi tidak saja berarti menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada menjadi ada, tetapi menjadikan sesuatu dari unsur-unsur lama yaitu alam menjadi bermanfaat.[1]
Berproduksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang menciptakan manfaat (utility) baik dimasa kini maupun dimasa mendatang (M. Frank, 2003). Dari pengertian diatas kegiatan produksi tidak terlepasa dari keseharian manusia, tetapi pembahasan tentang produksi dalam ilmu ekonomi konvensional mengusung maksimalisasi keuntungan sebagai motif utama.[2]
Pengertian produksi menurut para ekonomi muslim kontemporer:
1)      Kalif (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif Islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama Islam, yaitu kebahagian dunia dan akhirat
2)      UI Haq (1996) menyatakan bahwa tujuan dari produksi memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang merupakan fardhu kifayah yaitu kebutuhan yang bagi banyak orang pemenuhannya bersifat wajib
3)      Siddiqie (1992) mendefinisikan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai keadilan dan kebajikan atau kemanfaatan (maslahah) bagi masyarakat.[3]
B.     Motif Produksi
Motif maksimalisasi kepuasan dan maksimalisasi keuntungan yang menjadi pendorong utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan ekonomi konvesional membuat sistem ekonomi konvesional sangat mendewakan produktivitas dan efisiensi ketika berproduksi. Sikap ini sering membuat mereka mengabaikan masalah-masalah eksternalitas atau dampak merugikan dari proses produksi yang biasanya justru lebih banyak menimpa sekelompok masyarakat yang tidak ada hubungannya dengan produk yang dibuat.
Tetapi dalam ekonomi Islam dengan keyakinan akan peran dan kepemilikann absolute dari Allah rabb semesta alam. Maka konsep produksi di dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan dunia, tetapi lebih penting untuk mencapai maksimalisasi keuntungan akhirat, sebagaimana QS. Al-Qashash. Ayat 77:

“Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al-Qashash: 77)[4]
Dan dalam berproduksi pun tidak boleh mengeksploitasi kekayaan alam secara berlebihan, tetapi harus dikelola dengan cara yang sebagaimana firman Allah:
Ÿ
“Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan Serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-sekali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. Al-Qashash: 87)[5]
Islam pun sesungguhnya menerima motif-motif produksi seperti pola pikir ekonomi konvensional tadi. Hanya bedanya lebih jauh Islam juga menjelaskan nilai-nilai moral di samping utilitas ekonomi. Bahkan sebelum itu, Islam menjelaskan mengapa produksi harus dilakukan menurut ajaran Islam, manusia adalah khalifatullah untuk memakmurkan bumi dengan jalan beribadah kepada-Nya. Sebagaimana dalam firman Allah:

“Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-An’am: 165)
Islam juga mengajarkan bahwa sebaik-baik orang adalah orang yang banyak manfaatnya bagi orang lain atau masyarakat. Fungsi beribadah dalam arti luas ini tidak mungkin dilakukan bila seseorang tidak bekerja atau berusaha. Dengan demikian, bekerja dan berusaha itu menepati posisi dan peranan yang sangat penting dalam Islam.[6]
C.    Faktor Produksi
Seperti yang telah ditampilkan di bagian muka, bahwa tuhan memerintahkan manusia untuk bekerja, berusaha dan berupaya untuk mencukupi kehidupan ini tidak lain adalah berproduksi. Berproduksi seperti lazim diartikan adalah menciptakan nilai barang atau menambah nilai terhadap suatu produksi.[7]
Teori ekonomi menyebabkan ada empat faktor produksi
1.      Manusia atau tenaga kerja
Tenaga Kerja merupakan faktor produksi yang diakui di setiap sistem ekonomi terlepas dari kecenderungan idiologi mereka, kualitas dan kuantitas produksi sangat ditentukan oleh tenaga kerja.
2.      Sumber daya alam
Allah menciptakan alam semesta ini begitu kompleks dan banyak kekayaan yang terkandung di dalamnya: bumi, air, udara dan cahaya, tetapi ia hanya mampu mengubah membentuk segala pemberi Allah swt menjadi barang atay capital dalam perekonomian.
3.      Modal
Modal dalam literature fiqih disebut ra’sul mal yang merujuk pada arti uang dan barang. Modal merupakan kekayaan yang menghasilkan kekayaan lain. Pemilik modal harus berupaya memproduktifkan modalnya.
4.      Organisasi
Keberadaan pimpinan dalam suatu oeg adalah suatu keharusan dalam Islam. Dalam koteks manajemen sebuah perusahaan, seorang manajer bertugas bukan hanya menyusun strategi yang diarahkan pada pencapaian profit yang bersifat material tetapi juga spiritual.[8]
D.    Prinsip Produksi
Islam menekankan berproduksi demi untuk memenuhi kebutuhan orang  banyak, bukan hanya sekedar memenuhi segelintir orang yang memiliki uang, sehingga memiliki daya beli yang lebih baik, karena itu bagi Islam, produksi yang surplus dan berkembang baik secara kuantitatif maupun kualitatif, tidak dengan sendirinya mengindikasikan kesejahteraan bagi masyarakat. Apalah artinya produk yang menggunung jika hanya bisa didistribusikan untuk segelintir orang yang memiliki uang banyak.
Sebagai modal dasar berproduksi, Allah telah menyediakan bumi beserta isinya bagi manusia, untuk diolah bagi kemaslahatan bersama seluruh umat manusia. Hal ini terdapat dalam surat Al-Baqarah: 22:

“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 22)
Al-Qur'an dan hadist Rasulallah SAW memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi sebagai berikut:
1.      Tugas manusia di muka bumi adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya
2.      Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi, tetapi Islam tidak membenarkan penuahan terhadap hasil karya ilmu pengetahuan dalam arti melepaskan dirinya dari al-Qur'an dan hadist.
3.      Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi pernah bersabda: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia akhirat.”
4.      Dalam berinovasi dan bereksperimen. Pada prinsipnya agama Islam menyukai kemudahan dan menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat.[9]
E.     ­Perilaku Produksi
Seorang  pengusaha muslim terikat oleh beberapa aspek dalam melakukan produksi antara lain:
1.      Berproduksi merupakan ibadah. Apapun yang Allah berikan kepada manusia sebagai sarana untuk menyadarkan atas fungsi seorang muslim sebagai khalifah.

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 29)
2.      Berusaha dengan mengoptimalkan segala kemampuannya yang telah Allah berikan
3.      Seorang muslim yakin bahwa apapun yang diusahakannya sesuai dengan ajaran Islam tidak membuat hidupnya menjadi kesulitan
4.      Berproduksi bukan semata-mata karena keuntungan yang diperoleh tetapi juga seberapa penting manfaat dari keuntungan tersebut untuk kemaslahatan masyarakat.[10]
5.      Seorang muslim menghindari praktek produksi yang mengandung unsur haram atau riba, pasar gelap dan spekulasi sebagaimana firman Allah

“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka Telah kerjakan itu.” (Qs. Al-Maidah: 62)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS.Ali Imran: 130)
F.     Macam-macam Produksi
Jika kita mengikuti “Isyarah atau petunjuk yang diberikan oleh al-Qur'an, maka sistem perekonomian menurut ajaran Islam itu adalah berdasarkan pendekatan produksi.[11] Hal ini dapat dibaca di dalam firman Allah antara lain:
QS. Al-Ankabut ayat 17

“Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-Ankabut: 17)
QS. An-Najm ayat 39

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang Telah diusahakannya,” (QS. An-Najm: 39)
QS. Al-Balad ayat 4

“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS. Al-Balad: 4)
Dari kandungan ayat diatas kita dapat mengetahui macam-macam produksi
1.      Pertanian
Suatu petunjuk bahwa manusia itu harus mengusahakan pertanian, jika keadaaan memungkinkan adalah dinyatakan dalam firman Allah:

“Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am: 141)
2.      Peternakan
Bukan suatu kebetulan jika Nabi Besar Muhammad SAW dimasa remajanya sudah ditakdirkan Allah hidup di tengah-tengah ternak, dan beliau sendiri ikut sebagai gembala. Sebagaimana menurut firman Allah:

“Dan dia Telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan.” (QS.An-Nahl: 5)
3.      Laut
Bumi kita menjadi dari daratan dan lautan. Bumi serta segala isinya diamanatkan kepada manusia untuk mengelola dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan umat manusia. Firman Allah

“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 14)
4.      Pertambangan
Seperti yang disebut dalam firman-Nya

“Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Hadid: 25)
5.      Kehutanan
Kehutanan merupakan salah satu nikmat Allah yang terbesar di negeri Islam, terutama yang berada di khatulistiwa dan mempunyai fungsi yang penting antara lain: memproduksi kayu, dll.
6.      Industri
Allah telah memberikan “Isyarah tentang akan terjadinya kegiatan industri pada manusia, seperti yang dinyatakan di dalam firman Allah:

“Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).” (QS. An-Anbiya: 80)

KESIMPULAN

Dari berbagai pengertian produksi di dalam makalah, maka bisa disimpulkan bahwa kepentingan manusia yang sejalan dengan moral Islam, harus menjadi focus atau target dari kegiatan produksi. Produksi adalah proses mencari, mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi output dalam rangka memenuhi kesejahteraan bagi manusia dan dapat disimpulkan kaidah-kaidah berproduksi dalam Islam adalah
1        Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap produksi
2        Mencegah kerusakan di muka bumi
3        Kebutuhan yang harus dipenuhi harus berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama
4        Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik
5        Tidak menjadikan maksimalisasi keuntungan menjadi tujuan utama
Islam sangat menghargai usaha, terlepas bagaimana hasilnya pada

“Maka barang siapa yang mengerjakan amal saleh, sedang ia beriman, Maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu dan Sesungguhnya kami menuliskan amalannya itu untuknya.” (QS. An-Anbiya: 94)
Kewajiban kita berikhtiar sedangkan hasilnya terserah Allah.


[1] Ilfi Nur Diana, Hadist-Hadist Ekonomi, (Malang: UIN Malang, 2008), h. 36
[2] Mustafa Edwin Nasution, Ekonomi Islam, (Perdana Media Group, 2006), h. 102
[3] Heri Sudarsono, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), h. 102
[4] Ibid, h. 103
[5] Ilfi Nur Diana , Op. Cit, h. 34
[6] Musatafa Edwin Nasution, Op. Cit,  h. 105
[7] Mochtar Effendi Al-Mukhtar, Ekonomi Islam, (Palembang: 1996), h. 42
[8] Ilfi Nur Diana , Op. Cit, h. 42
[9] Mustafa Edwin Nasution, Op. Cit, h. 110
[10] Burhanuddin Abdullah, Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 190
[11] Mochtar Effendy Al-Mukhtar, Op. Cit, h. 57

Tidak ada komentar:

Posting Komentar