Kamis, 22 Maret 2012

arab pra islam


ARAB PRA ISLAM

1.      Pendahuluan
Kawasan budaya Islam pertama kali ialah wilayah yang meliputi Jazirah Arabia. Ketika Islam datang dan menyebar ke wilayah sekitarnya. Ketika Nabi Muhammad SAW (570 M) lahir Mekah adalah sebuah kota yang sangat penting, dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab.
Muhammad adalah keturunan Nabi Ismail -nabi dengan 12 putra yang menjadi cikal bakal bangsa Arab. Para nenek moyang Muhammad adalah penjaga Baitullah sekaligus pemimpin masyarakat di Mekah, tempat yang menjadi tujuan bangsa Arab dari berbagai penjuru untuk berziarah setahun sekali. Tradisi ziarah yang sekarang, di masa Islam, menjadi ibadah haji. Salah seorang yang menonjol adalah Qusay yang hidup sekitar abad kelima Masehi.
Tugas Qusay sebagai penjaga ka'bah adalah memegang kunci ('hijabah'), mengangkat panglima perang dengan memberikan bendera simbol yang dipegangnya ('liwa'), menerima tamu ('wifadah') serta menyediakan minum bagi para peziarah ('siqayah').
Ketika lanjut usia, Qusay menyerahkan mandat terhormat itu pada pada anak tertuanya, Abdud-Dar. Namun anak keduanya, Abdul Manaf, lebih disegani warga. Anak Abdul Manaf adalah Muthalib, serta si kembar siam Hasyim dan Abdu Syam yang harus dipisah dengan pisau. Darah tumpah saat pemisahan mereka, diyakini orang Arab sebagai pertanda keturunan mereka bakal berseteru.
Anak-anak Abdul Manaf mencoba merebut hak menjaga Baitullah dari anak-anak Abdud-Dar yang kurang berwibawa di masyarakat. Pertikaian senjata nyaris terjadi. Kompromi disepakati. Separuh hak, yakni menerima tamu dan menyediakan minum, diberikan pada anak-anak Abdul Manaf. Hasyim yang dipercaya memegang amanat tersebut.
Anak Abdu Syam, Umayah, mencoba merebut mandat itu. Hakim memutuskan bahwa hak tersebut tetap pada Hasyim. Umayah, sesuai perjanjian, dipaksa meninggalkan Makkah. Keturunan Umayah -seperti Abu Sofyan maupun Muawiyah- kelak memang bermusuhan dengan keturunan Hasyim.
Hasyim lalu menikahi Salma binti Amr dari Bani Khazraj -perempuan sangat terhormat di Yatsrib atau Madinah. Mereka berputra Syaibah (yang berarti uban) yang di masa tuanya dikenal sebagai Abdul Muthalib -kakek Muhammad. Inilah ikatan kuat Muhammad dengan Madinah, kota yang dipilihnya sebagai tempat hijrah saat dimusuhi warga Mekah. Syaibah tinggal di Madinah sampai Muthalib -yang menggantikan Hasyim karena wafat-menjemputnya untuk dibawa ke Mekah. Warga Mekah sempat menyangka Syaibah sebagai budak Muthalib, maka ia dipanggil dengan sebutan Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib mewarisi kehormatan menjaga Baitullah dan memimpin masyarakatnya. Namanya semakin menjulang setelah ia dan anaknya, Harits, berhasil menggali dan menemukan kembali sumur Zamzam yang telah lama hilang. Namun ia juga sempat berbuat fatal: berjanji akan mengorbankan (menyembelih) seorang anaknya bila ia dikaruniai 10 anak. Begitu mempunyai 10 anak, maka ia hendak melaksanakan janjinya. Nama sepuluh anaknya dia undi ('kidah') di depan arca Hubal. Abdullah -ayah Muhammad-yang terpilih.
Masyarakat menentang rencana Abdul Muthalib. Mereka menyarankannya agar menghubungi perempuan ahli nujum. Ahli nujum tersebut mengatakan bahwa pengorbanan itu boleh diganti dengan unta asalkan nama unta dan Abdullah diundi. Mula-mula sepuluh unta yang dipertaruhkan. Namun tetap Abdullah yang terpilih oleh undian. Jumlah unta terus ditambah sepuluh demi sepuluh. Baru setelah seratus unta, untalah yang keluar dalam undian, meskipun itu diulang tiga kali. Abdullah selamat.
Peristiwa besar yang terjadi di masa Abdul Muthalib adalah rencana penghancuran Ka'bah. Seorang panglima perang Kerajaan Habsyi (kini Ethiopia) yang beragama Nasrani, Abrahah, mengangkat diri sebagai Gubernur Yaman setelah ia menghancurkan Kerajaan Yahudi di wilayah itu. Ia terganggu dengan reputasi Mekah yang menjadi tempat ziarah orang-orang Arab. Ia membangun Ka'bah baru dan megah di Yaman, serta akan menghancurkan Ka'bah di Mekah. Abrahah mengerahkan pasukan gajahnya untuk menyerbu Mekah.
Mendekati Mekah, Abrahah menugasi pembantunya -Hunata-untuk menemui Abdul Muthalib. Hunata dan Abdul Muthalib menemui Abrahah yang berjanji tak akan mengganggu warga bila mereka dibiarkan menghancurkan Baitullah. Abdul Muthalib pasrah. Menjelang penghancuran Ka'bah terjadilah petaka tersebut. Qur'an menyebut peristiwa yang menewaskan Abrahah dan pasukannya dalam Surat Al-Fil. "Dan Dia mengirimkan kepada mereka "Toiron Ababil", yang melempari mereka dengan batu-batu cadas yang terbakar, maka Dia jadikan mereka bagai daun dimakan ulat".
Pendapat umum menyebut "Toiron Ababil" sebagai "Burung Ababil" atau "Burung yang berbondong-bondong". Buku "Sejarah Hidup Muhammad" yang ditulis Muhammad Husain Haekal mengemukakannya sebagai wabah kuman cacar (mungkin maksudnya wabah Sampar atau Anthrax -penyakit serupa yang menewaskan sepertiga warga Eropa dan Timur Tengah di abad 14). Namun ada pula analisa yang menyebut pada tahun-tahun itu memang terjadi hujan meteor -hujan batu panas yang berjatuhan atau 'terbang' dari langit. Yang pasti masa tersebut dikenal sebagai Tahun Gajah yang juga merupakan tahun kelahiran Muhammad.
Pada masa itu, Abdullah putra Abdul Muthalib telah menikahi Aminah. Ia kemudian pergi berbisnis ke Syria. Dalam perjalanan pulang, Abdullah jatuh sakit dan meninggal di Madinah. Muhammad lahir setelah ayahnya meninggal. Hari kelahirannya dipertentangkan orang. Namun, pendapat Ibn Ishaq dan kawan-kawan yang paling banyak diyakini masyarakat: yakni bahwa Muhammad dilahirkan pada 12 Rabiul Awal. Orientalis Caussin de Perceval dalam 'Essai sur L'Histoire des Arabes' yang dikutip Haekal menyebut masa kelahiran Muhammad adalah Agustus 570 Masehi. Ia dilahirkan di rumah kakeknya -tempat yang kini tak jauh dari Masjidil Haram.
Bayi itu dibawa Abdul Muthalib ke depan Ka'bah dan diberi nama Muhammad yang berarti "terpuji". Suatu nama yang tak lazim pada masa itu. Konon, Abdul Muthalib sempat hendak memberi nama bayi itu Qustam -serupa nama anaknya yang telah meninggal. Namun Aminah -berdasarkan ilham-mengusulkan nama Muhammad itu.
Dengan adanya Ka’bah di tengah kota Mekah menjadi pusat keagamaan Arab, Ka’bah menjadi tempat mereka berziarah, di dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala utama, Hubal. Mekah kelihatan makmur dan kuat, Jazirah Arab merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu. Sebagian besar daerah Jazirah adalah padang pasir sahara, yang terletak di tengah dan memiliki sifat yang berbeda-beda. Penduduk Jazirah Arab dibagi menjadi dua golongan besar yaitu: Qahthaniyun (keturunan Qahthan) dan adnaniyun (keturunan Ismail ibn Ibrahim). Tetapi lama kelamaan kedua golongan itu membaur karena perpindahan. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan), beberapa kelompok kabilah membentuk (tribe) dan dipimpin oleh Syekh. Mereka suka berperang karena itu peperangan antar suku sering terjadi, dalam masyarakat suka berperang nilai wanita menjadi sangat rendah. Situasi ini terus berlangsung sampai agama Islam lahir, dunia Arab ketika itu merupakan kancah peperangan terus menerus dalam hal yang berkaitan dengan peperangan pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu hanya tunduk kepada syekh atau amir (ketua kabilah).
Nabi Muhammad adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku Quraisy. Pada usia yang ke-25 beliau menikah dengan seorang janda yang bernama Siti Khadijah, menjelang usianya yang ke-40 dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari kegalauan masyarakat berkontemplasi ke gua Hiro, pada saat itu dalam wahyu pertama dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama. Dengan turunnya perintah mulailah Rasulullah berdakwah, pertama-tama beliau melakukannya secara diam-diam di lingkungannya sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Tetapi berangsur-angsur, seiring berjalannya waktu Nabi Muhammad mulai berdakwah secara terang-terangan di kalangan kaum musyrik Quraisy. Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Mekah terhadap kaum muslimin mendorong Nabi Muhammad untuk mengungsikan sahabatnya keluar Mekah.
Menguatnya posisi umat Islam memperkeras reaksi kaum musyrik Quraisy. Pemboikotan itu baru berhenti setelah pemimpin Quraisy menyadari bahwa kelakuan mereka sungguh suatu tindakan yang keterlaluan. Setelah boikot dihentikan Bani Hasyum seakan bernafas kembali dan pulang ke rumah masing-masing.
Tidak lama kemudian Abu Thalib paman Nabi yang merupakan pelindung utamanya meninggal dunia. Tiga hari setelah itu Khadijah istri Nabi meninggal pula untuk menghibur Nabi yang sedang ditimpa duka, Allah mengisro dan memi’rajkan Rasulullah pada tahun ke-10 kenabian itu. Berita tentang Isro dan Mi’raj ini menggeparkan masyarakat Mekah bagi orang Kafir. Ia dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan Nabi, sedangkan bagi orang yang beriman merupakan ujian dalam keimanan. Mekah merupakan pusat keagamaan bangsa Arab, dan melalui konsolidasi bangsa Arab dan Islam bisa tersebar keluar. Patung-patung berhala dihancurkan di seluruh negeri. Setelah itu Nabi berkhotbah menjanjikan ampunan Tuhan terhadap Kafir Quraisy, mereka datang berbondong-bondong memeluk agama Islam.
2.      Kondisi Sosial Politik
Selama periode jahiliyah Arabia senantiasa dalam kemerdekaannya, kecuali sebagian kecil wilayah bagian utara yang dikuasai dan diperebutkan oleh imperium Persia dan Romawi secara bergantian. Masyarakat Arab terpecah menjadi sejumlah suku yang disebut Syaikh. Mereka terkat persaudaraan dengan sesama warga suku hubungan mereka yang berlainan suku bagaikan musuh mereka tidak segan-segan untuk turun ke medan pertempuran untuk membela sukunya, sekalipun harus mengorbankan jiwa.
Bangsa Arab tidak mengenal sistem pemerintahan pusat sehinga jika terjadi peperangan antar suku-suku tersebut tidak ada pihak yang menjadi penengah, hal ini mengakibatkan peperangan tersebut dapat berlangsung beberapa tahun. Sebagian besar mereka belum mengenal sistem hukum, adapun hukum yang berlaku bagaikan hukum rimba. Seperti ini tampaknya bahwa politik masyarakat arabia terpecah-pecah yang disebabkan permusuhan antar suku.
Semenjak zaman jahiliyah, sesungguhnya masyarakat Arab memiliki berbagai sikap dan karakter yang positif, seperti pemberani, ketahanan fisik yang prima, daya ingatan yang kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan, setia terhadap suku dan pimpinannya, pola kehidupan sederhana, ramah tamah, dan mahir dalam bersair. Namun sifat-sifat dan karakter yang terbaik tersebut seakan tidak ada artinya karena suatu kondisi yang menyelimuti kehidupan mereka yakni ketidak adilan, kejahatan dan keyakinan terhadap tahayul.
Pada masa itu, kaum wanita menempati yang terendah sepanjang sejarah umat manusia. Masyarakat Arabia pra Islam memandang wanita ibarat binatang piaraan, atau bahkan lenih hina. Mereka sama sekali tidak mendapatkan kehormatan sosial dan tidak memiliki hak apapun. Kaum laki-laki dapat saja mengawini wanita sesuka hatinya, demikian pula mereka gampang saja menceraikan sesuka hatinya. Bilamana seorang ayah diberitahukan atas kelahiran seorang anak perempuan, seketika wajahnya berubah pasi lantaran malu, terkadang mereka tega menguburkan bayi perempuan hidup-hidup.
Mereka membunuh bayi perempuan hidup-hidup lantaran rasa malu dan hawatir bahwa anak perempuan hanya akan menimbulkan kemiskinan. Pada masa itu tidak hanya hal tersebut, poligami yang berkembang dikalangan masyarakat Arab jahiliyah sangat banyak terjadi. Seorang laki-laki mempunyai banyak istri, mereka juga memiliki sejumlah gundik. Suami seringkali mengijinkan istrinya ”bergaul” dengan laki-laki lain untuk menambah penghasilan. Wanita-wanita lajang biasanya pergi keluar kota untuk menjalin pergaulan bebas dengan pemuda kampung.
Pada saat itu perempuan tidak memiliki hak warisan terhadap harta kekayaan almarhum ayah dan suaminya, atau kerabatnya. Demikianlah, sungguh rendah dan hina kedudukan wanita sebelum Nabi Muhammad lahir.
Sistem perbudakan merupakan sisilain dari kemasyarakatan bangsa Arab pada saat itu, budak diperlakukan majikannya secara tidak manusiawi. Para budak dilarang menikah baik dengan sesama budak maupun dengan orang merdeka. Para majikan tidak jarang menyiksanya secara kejam karena kesalahan kecil, bahkan mereka menentukan hidup dan mati mereka.
Masyarakat Arabia sehari-hari hidup dalam kejahatan, kekejaman, dan keyakinan akan tahayul mereka senantiasa menghubungi berhala sesembahannya sebelum melaksanakan sesuatu yang dianggapnya penting. Bahkan untuk memuja dan meminta pertolongan berhala, mereka berkorban dengan menyembelih manusia di depan berhala. Selain itu kehidupan sehari-hari mereka diwarnai permusuhan, perjudian, bermabuk-mabukan, perampokan, dan sebagainya bentuk kejahatan lainnya. Kondisi sosial dan moral tersebut, khususnya yang melanda Jazirah Arabia dan pada umumnya terjadi pula di seluruh dunia.
Latar belakang kebobrokan moral dan sosial ini merupakan salah satu sebab Tuhan menurunkan risalah atau ajaran agama. Kebobrokan yang dulu pernah terjadi sebelum Isa di lahirkan, sekarang terjadi kembali dalam bentuk kejahiliyahan yang lebih hebat. Dalam kondisi semacam ini Nabi muhammad dilahirkan di negeri Arabia.
3.      Kondisi Agama Budaya
Meskipun belum terdapat sistem pendidikan seperti layaknya sekarang namun masyarakat Arabia pada saat itu tidak mengabaikan kemajuan kebudayaan. Mereka sangat terkenal dengan kemahirannya dalam bidang sastra seperti syair dan bahasa. Pujangga-pujangga syair pada zaman jahiliyah membanggakan suku, kemenangan dalam suatu pertempuran, membesarkan nama tokoh dan pahlawan serta leluhur mereka.
Keistimewaan bangsa Arabia di bidang bahasa merupakan kontribusi mereka yang cukup penting terhadap perkembangan dan penyebaran islam. Syair bangsa Arab pra Islam merupakan salah satu objek penelitian sejarah, syair-syair mereka menggambarkan seluruh aspek kehidupan masyarakat Arab pra Islam.
Kebudayaan mereka tidak berkembang karena itu bahan-bahan sejarah Arab pra-Islam sangat langka. Ahmad Salabi menyebutkan sejarah mereka hanya dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun, menjelang lahirnya agama Islam. Dengan kondisi alami seperti yang tidak pernah berubah itu masyarakat Badui pada dasarnya tetap berada dalam fitrah. Lain halnya dengan penduduk negeri yang telah berbudaya dan mendiami pesisir Jazirah Arab, mereka mampu membuat alat-alat dari besi bahkan mendirikan kerajaan-kerajaan sampai kelahiran Nabi Muhammad, Arab tidak pernah memiliki peradaban yang tinggi.
Jadi apa yang berkembang menjelang kebangkitan Islam itu merupakan pengaruh dari budaya bangsa-bangsa sekitarnya. Pengaruh tersebut masuk  ke Jazirah Arab melalui beberapa jalur di antaranya adalah:
1.      Melalui hubungan dagang dengan bangsa lain
2.      Melalui kerajaan-kerajaan protektorat Hirah dan Ghassan
3.      Masuknya misi Yahudi dan Kristen
Kondisi sosial-politik pada saat itu, mengalami kekacauan karena banyak terjadi perselisihan antar sesama. Peperangan yang terus-menerus, pemboikotan atas tindakan Nabi Muhammad yang mulai berdakwah secara terang-terangan guna mengislamkan kaum Quraisy. Banyak pertentangan mereka (kaum Kafir Quraisy) menganggap kaum musli hanya mengada-ada dengan menghina berhala. Keadaan sosial pada saat itu sangat kacau dimana kaum wanita diperbudak dan nilai suatu wanita sangat rendah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar