ARAB PRA ISLAM
1.
Pendahuluan
Kawasan budaya Islam pertama kali ialah
wilayah yang meliputi Jazirah Arabia. Ketika Islam datang dan menyebar ke
wilayah sekitarnya. Ketika Nabi Muhammad SAW (570 M) lahir Mekah adalah sebuah kota yang sangat penting,
dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab.
Muhammad adalah keturunan Nabi Ismail
-nabi dengan 12 putra yang menjadi cikal bakal bangsa Arab. Para
nenek moyang Muhammad adalah penjaga Baitullah sekaligus pemimpin masyarakat di
Mekah, tempat yang menjadi tujuan bangsa Arab dari berbagai penjuru untuk
berziarah setahun sekali. Tradisi ziarah yang sekarang, di masa Islam, menjadi
ibadah haji. Salah seorang yang menonjol adalah Qusay yang hidup sekitar abad
kelima Masehi.
Tugas Qusay sebagai penjaga ka'bah adalah memegang
kunci ('hijabah'), mengangkat panglima perang dengan memberikan bendera simbol
yang dipegangnya ('liwa'), menerima tamu ('wifadah') serta menyediakan minum
bagi para peziarah ('siqayah').
Ketika lanjut usia, Qusay menyerahkan
mandat terhormat itu pada pada anak tertuanya, Abdud-Dar. Namun anak keduanya,
Abdul Manaf, lebih disegani warga. Anak Abdul Manaf adalah Muthalib, serta si
kembar siam
Hasyim dan Abdu Syam yang harus dipisah dengan pisau. Darah tumpah saat
pemisahan mereka, diyakini orang Arab sebagai pertanda keturunan mereka bakal
berseteru.
Anak-anak Abdul Manaf mencoba merebut hak
menjaga Baitullah dari anak-anak Abdud-Dar yang kurang berwibawa di masyarakat.
Pertikaian senjata nyaris terjadi. Kompromi disepakati. Separuh hak, yakni menerima
tamu dan menyediakan minum, diberikan pada anak-anak Abdul Manaf. Hasyim yang
dipercaya memegang amanat tersebut.
Anak Abdu Syam, Umayah, mencoba merebut
mandat itu. Hakim memutuskan bahwa hak tersebut tetap pada Hasyim. Umayah,
sesuai perjanjian, dipaksa meninggalkan Makkah. Keturunan Umayah -seperti Abu
Sofyan maupun Muawiyah- kelak memang bermusuhan dengan keturunan Hasyim.
Hasyim lalu menikahi Salma binti Amr dari
Bani Khazraj -perempuan sangat terhormat di Yatsrib atau Madinah. Mereka
berputra Syaibah (yang berarti uban) yang di masa tuanya dikenal sebagai Abdul
Muthalib -kakek Muhammad. Inilah ikatan kuat Muhammad dengan Madinah, kota yang dipilihnya
sebagai tempat hijrah saat dimusuhi warga Mekah. Syaibah tinggal di Madinah
sampai Muthalib -yang menggantikan Hasyim karena wafat-menjemputnya untuk
dibawa ke Mekah. Warga Mekah sempat menyangka Syaibah sebagai budak Muthalib,
maka ia dipanggil dengan sebutan Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib mewarisi kehormatan menjaga
Baitullah dan memimpin masyarakatnya. Namanya semakin menjulang setelah ia dan
anaknya, Harits, berhasil menggali dan menemukan kembali sumur Zamzam yang
telah lama hilang. Namun ia juga sempat berbuat fatal: berjanji akan
mengorbankan (menyembelih) seorang anaknya bila ia dikaruniai 10 anak. Begitu
mempunyai 10 anak, maka ia hendak melaksanakan janjinya. Nama sepuluh anaknya
dia undi ('kidah') di depan arca Hubal. Abdullah -ayah Muhammad-yang terpilih.
Masyarakat menentang rencana Abdul
Muthalib. Mereka menyarankannya agar menghubungi perempuan ahli nujum. Ahli
nujum tersebut mengatakan bahwa pengorbanan itu boleh diganti dengan unta
asalkan nama unta dan Abdullah diundi. Mula-mula sepuluh unta yang
dipertaruhkan. Namun tetap Abdullah yang terpilih oleh undian. Jumlah unta
terus ditambah sepuluh demi sepuluh. Baru setelah seratus unta, untalah yang
keluar dalam undian, meskipun itu diulang tiga kali. Abdullah selamat.
Peristiwa besar yang terjadi di masa Abdul
Muthalib adalah rencana penghancuran Ka'bah. Seorang panglima perang Kerajaan
Habsyi (kini Ethiopia )
yang beragama Nasrani, Abrahah, mengangkat diri sebagai Gubernur Yaman setelah
ia menghancurkan Kerajaan Yahudi di wilayah itu. Ia terganggu dengan reputasi
Mekah yang menjadi tempat ziarah orang-orang Arab. Ia membangun Ka'bah baru dan
megah di Yaman, serta akan menghancurkan Ka'bah di Mekah. Abrahah mengerahkan
pasukan gajahnya untuk menyerbu Mekah.
Mendekati Mekah, Abrahah menugasi
pembantunya -Hunata-untuk menemui Abdul Muthalib. Hunata dan Abdul Muthalib
menemui Abrahah yang berjanji tak akan mengganggu warga bila mereka dibiarkan
menghancurkan Baitullah. Abdul Muthalib pasrah. Menjelang penghancuran Ka'bah
terjadilah petaka tersebut. Qur'an menyebut peristiwa yang menewaskan Abrahah
dan pasukannya dalam Surat Al-Fil. "Dan Dia mengirimkan kepada mereka
"Toiron Ababil", yang melempari mereka dengan batu-batu cadas yang
terbakar, maka Dia jadikan mereka bagai daun dimakan ulat".
Pendapat umum menyebut "Toiron
Ababil" sebagai "Burung Ababil" atau "Burung yang
berbondong-bondong". Buku "Sejarah Hidup Muhammad" yang ditulis
Muhammad Husain Haekal mengemukakannya sebagai wabah kuman cacar (mungkin
maksudnya wabah Sampar atau Anthrax -penyakit serupa yang menewaskan sepertiga
warga Eropa dan Timur Tengah di abad 14). Namun ada pula analisa yang menyebut
pada tahun-tahun itu memang terjadi hujan meteor -hujan batu panas yang
berjatuhan atau 'terbang' dari langit. Yang pasti masa tersebut dikenal sebagai
Tahun Gajah yang juga merupakan tahun kelahiran Muhammad.
Pada masa itu, Abdullah putra Abdul
Muthalib telah menikahi Aminah. Ia kemudian pergi berbisnis ke Syria .
Dalam perjalanan pulang, Abdullah jatuh sakit dan meninggal di Madinah.
Muhammad lahir setelah ayahnya meninggal. Hari kelahirannya dipertentangkan
orang. Namun, pendapat Ibn Ishaq dan kawan-kawan yang paling banyak diyakini
masyarakat: yakni bahwa Muhammad dilahirkan pada 12 Rabiul Awal. Orientalis
Caussin de Perceval dalam 'Essai sur L'Histoire des Arabes' yang dikutip Haekal
menyebut masa kelahiran Muhammad adalah Agustus 570 Masehi. Ia dilahirkan di
rumah kakeknya -tempat yang kini tak jauh dari Masjidil Haram.
Bayi itu dibawa Abdul Muthalib ke depan
Ka'bah dan diberi nama Muhammad yang berarti "terpuji". Suatu nama
yang tak lazim pada masa itu. Konon, Abdul Muthalib sempat hendak memberi nama
bayi itu Qustam -serupa nama anaknya yang telah meninggal. Namun Aminah
-berdasarkan ilham-mengusulkan nama Muhammad itu.
Dengan adanya Ka’bah di tengah kota Mekah menjadi pusat
keagamaan Arab, Ka’bah menjadi tempat mereka berziarah, di dalamnya terdapat
360 berhala, mengelilingi berhala utama, Hubal. Mekah kelihatan makmur dan
kuat, Jazirah Arab merupakan kediaman mayoritas bangsa Arab kala itu. Sebagian
besar daerah Jazirah adalah padang
pasir sahara, yang terletak di tengah dan memiliki sifat yang berbeda-beda.
Penduduk Jazirah Arab dibagi menjadi dua golongan besar yaitu: Qahthaniyun
(keturunan Qahthan) dan adnaniyun (keturunan Ismail ibn Ibrahim). Tetapi lama
kelamaan kedua golongan itu membaur karena perpindahan. Kelompok beberapa keluarga
membentuk kabilah (clan), beberapa kelompok kabilah membentuk (tribe) dan
dipimpin oleh Syekh. Mereka suka berperang karena itu peperangan antar suku
sering terjadi, dalam masyarakat suka berperang nilai wanita menjadi sangat
rendah. Situasi ini terus berlangsung sampai agama Islam lahir, dunia Arab ketika
itu merupakan kancah peperangan terus menerus dalam hal yang berkaitan dengan
peperangan pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu hanya tunduk
kepada syekh atau amir (ketua kabilah).
Nabi Muhammad adalah anggota Bani Hasyim,
suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku Quraisy. Pada usia yang ke-25
beliau menikah dengan seorang janda yang bernama Siti Khadijah, menjelang
usianya yang ke-40 dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari kegalauan
masyarakat berkontemplasi ke gua Hiro, pada saat itu dalam wahyu pertama dia
belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama. Dengan turunnya
perintah mulailah Rasulullah berdakwah, pertama-tama beliau melakukannya secara
diam-diam di lingkungannya sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Tetapi
berangsur-angsur, seiring berjalannya waktu Nabi Muhammad mulai berdakwah
secara terang-terangan di kalangan kaum musyrik Quraisy. Kekejaman yang
dilakukan oleh penduduk Mekah terhadap kaum muslimin mendorong Nabi Muhammad
untuk mengungsikan sahabatnya keluar Mekah.
Menguatnya posisi umat Islam memperkeras
reaksi kaum musyrik Quraisy. Pemboikotan itu baru berhenti setelah pemimpin
Quraisy menyadari bahwa kelakuan mereka sungguh suatu tindakan yang keterlaluan.
Setelah boikot dihentikan Bani Hasyum seakan bernafas kembali dan pulang ke
rumah masing-masing.
Tidak lama kemudian Abu Thalib paman Nabi
yang merupakan pelindung utamanya meninggal dunia. Tiga hari setelah itu
Khadijah istri Nabi meninggal pula untuk menghibur Nabi yang sedang ditimpa
duka, Allah mengisro dan memi’rajkan Rasulullah pada tahun ke-10 kenabian itu.
Berita tentang Isro dan Mi’raj ini menggeparkan masyarakat Mekah bagi orang
Kafir. Ia dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan Nabi, sedangkan bagi
orang yang beriman merupakan ujian dalam keimanan. Mekah merupakan pusat
keagamaan bangsa Arab, dan melalui konsolidasi bangsa Arab dan Islam bisa
tersebar keluar. Patung-patung berhala dihancurkan di seluruh negeri. Setelah
itu Nabi berkhotbah menjanjikan ampunan Tuhan terhadap Kafir Quraisy, mereka
datang berbondong-bondong memeluk agama Islam.
2.
Kondisi Sosial
Politik
Selama periode jahiliyah Arabia senantiasa dalam kemerdekaannya, kecuali
sebagian kecil wilayah bagian utara yang dikuasai dan diperebutkan oleh
imperium Persia dan Romawi secara bergantian. Masyarakat Arab terpecah menjadi
sejumlah suku yang disebut Syaikh. Mereka terkat persaudaraan dengan sesama
warga suku hubungan mereka yang berlainan suku bagaikan musuh mereka tidak segan-segan
untuk turun ke medan pertempuran untuk membela sukunya, sekalipun harus
mengorbankan jiwa.
Bangsa Arab tidak mengenal sistem pemerintahan pusat sehinga jika terjadi
peperangan antar suku-suku tersebut tidak ada pihak yang menjadi penengah, hal ini
mengakibatkan peperangan tersebut dapat berlangsung beberapa tahun. Sebagian
besar mereka belum mengenal sistem hukum, adapun hukum yang berlaku bagaikan
hukum rimba. Seperti ini tampaknya bahwa politik masyarakat arabia
terpecah-pecah yang disebabkan permusuhan antar suku.
Semenjak zaman jahiliyah, sesungguhnya masyarakat Arab memiliki berbagai
sikap dan karakter yang positif, seperti pemberani, ketahanan fisik yang prima,
daya ingatan yang kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan,
setia terhadap suku dan pimpinannya, pola kehidupan sederhana, ramah tamah, dan
mahir dalam bersair. Namun sifat-sifat dan karakter yang terbaik tersebut
seakan tidak ada artinya karena suatu kondisi yang menyelimuti kehidupan mereka
yakni ketidak adilan, kejahatan dan keyakinan terhadap tahayul.
Pada masa itu, kaum wanita menempati yang terendah sepanjang sejarah umat
manusia. Masyarakat Arabia pra Islam memandang wanita ibarat binatang piaraan,
atau bahkan lenih hina. Mereka
sama sekali tidak mendapatkan kehormatan sosial dan tidak memiliki hak apapun. Kaum
laki-laki dapat saja mengawini wanita sesuka hatinya, demikian pula mereka
gampang saja menceraikan sesuka hatinya. Bilamana seorang ayah diberitahukan
atas kelahiran seorang anak perempuan, seketika wajahnya berubah pasi lantaran
malu, terkadang mereka tega menguburkan bayi perempuan hidup-hidup.
Mereka membunuh bayi perempuan hidup-hidup lantaran rasa malu dan hawatir
bahwa anak perempuan hanya akan menimbulkan kemiskinan. Pada masa itu tidak
hanya hal tersebut, poligami yang berkembang dikalangan masyarakat Arab
jahiliyah sangat banyak terjadi. Seorang laki-laki mempunyai banyak istri,
mereka juga memiliki sejumlah gundik. Suami seringkali mengijinkan istrinya
”bergaul” dengan laki-laki lain untuk menambah penghasilan. Wanita-wanita
lajang biasanya pergi keluar kota untuk menjalin pergaulan bebas dengan pemuda
kampung.
Pada saat itu perempuan tidak memiliki hak warisan terhadap harta kekayaan
almarhum ayah dan suaminya, atau kerabatnya. Demikianlah, sungguh rendah dan
hina kedudukan wanita sebelum Nabi Muhammad lahir.
Sistem perbudakan merupakan sisilain dari kemasyarakatan bangsa Arab pada
saat itu, budak diperlakukan majikannya secara tidak manusiawi. Para budak dilarang menikah baik dengan
sesama budak maupun dengan orang merdeka. Para majikan tidak jarang menyiksanya
secara kejam karena kesalahan kecil, bahkan mereka menentukan hidup dan mati
mereka.
Masyarakat Arabia sehari-hari hidup dalam kejahatan, kekejaman, dan
keyakinan akan tahayul mereka senantiasa menghubungi berhala sesembahannya
sebelum melaksanakan sesuatu yang dianggapnya penting. Bahkan untuk memuja dan
meminta pertolongan berhala, mereka berkorban dengan menyembelih manusia di
depan berhala. Selain itu kehidupan sehari-hari mereka diwarnai permusuhan,
perjudian, bermabuk-mabukan, perampokan, dan sebagainya bentuk kejahatan
lainnya. Kondisi sosial dan moral tersebut, khususnya yang melanda Jazirah
Arabia dan pada umumnya terjadi pula di seluruh dunia.
Latar belakang kebobrokan moral dan sosial ini merupakan salah satu sebab
Tuhan menurunkan risalah atau ajaran agama. Kebobrokan yang dulu pernah terjadi
sebelum Isa di lahirkan, sekarang terjadi kembali dalam bentuk kejahiliyahan
yang lebih hebat. Dalam kondisi semacam ini Nabi muhammad dilahirkan di negeri
Arabia.
3.
Kondisi Agama Budaya
Meskipun belum terdapat sistem pendidikan seperti layaknya sekarang namun
masyarakat Arabia pada saat itu tidak mengabaikan kemajuan kebudayaan. Mereka
sangat terkenal dengan kemahirannya dalam bidang sastra seperti syair dan
bahasa. Pujangga-pujangga syair pada zaman jahiliyah membanggakan suku,
kemenangan dalam suatu pertempuran, membesarkan nama tokoh dan pahlawan serta
leluhur mereka.
Keistimewaan bangsa Arabia di bidang bahasa merupakan kontribusi mereka
yang cukup penting terhadap perkembangan dan penyebaran islam. Syair bangsa
Arab pra Islam merupakan salah satu objek penelitian sejarah, syair-syair
mereka menggambarkan seluruh aspek kehidupan masyarakat Arab pra Islam.
Kebudayaan mereka tidak berkembang karena
itu bahan-bahan sejarah Arab pra-Islam sangat langka. Ahmad Salabi menyebutkan
sejarah mereka hanya dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun, menjelang
lahirnya agama Islam. Dengan kondisi alami seperti yang tidak pernah berubah
itu masyarakat Badui pada dasarnya tetap berada dalam fitrah. Lain halnya
dengan penduduk negeri yang telah berbudaya dan mendiami pesisir Jazirah Arab,
mereka mampu membuat alat-alat dari besi bahkan mendirikan kerajaan-kerajaan
sampai kelahiran Nabi Muhammad, Arab tidak pernah memiliki peradaban yang
tinggi.
Jadi apa yang berkembang menjelang
kebangkitan Islam itu merupakan pengaruh dari budaya bangsa-bangsa sekitarnya.
Pengaruh tersebut masuk ke Jazirah Arab
melalui beberapa jalur di antaranya adalah:
1.
Melalui hubungan dagang
dengan bangsa lain
2.
Melalui kerajaan-kerajaan
protektorat Hirah dan Ghassan
3.
Masuknya misi Yahudi dan
Kristen
Kondisi sosial-politik pada saat itu,
mengalami kekacauan karena banyak terjadi perselisihan antar sesama. Peperangan
yang terus-menerus, pemboikotan atas tindakan Nabi Muhammad yang mulai
berdakwah secara terang-terangan guna mengislamkan kaum Quraisy. Banyak
pertentangan mereka (kaum Kafir Quraisy) menganggap kaum musli hanya
mengada-ada dengan menghina berhala. Keadaan sosial pada saat itu sangat kacau
dimana kaum wanita diperbudak dan nilai suatu wanita sangat rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar