PERADABAN ISLAM
PADA MASA KHULAFAURRASYIDIN
A.
Pendahuluan
Rasulallah memegang dua jabatan, pertama menyampaikan kewajiban sebagai
seorang suruhan Tuhan. Kedua bertindak selaku kepala kaum muslimin. Kewajiban
pertama telah selesai seketika dia menutup mata, tetapi kewajiban kedua,
menurut pertimbangan kaum muslimin ketika itu perlu disambung oleh yang lain,
karena suatu umat tidak dapat tersusun persatuannya jika mereka tidak mempunyai
pemimpin. Sebab itu perlu ada penggantinya atau yang disebut khalifah.
Rasulallah SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan
menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat.
Beliau nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri
untuk menentukannya.
Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah Nabi wafat untuk
menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala
pemerintahan.[1] Khalifah
ini terdiri dari empat orang sahabat Nabi. Di antara empat orang sahabat Nabi
yang menjadi khalifah, yaitu: Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman
bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, atau yang sering disebut “Khulafaurrasyidin”.
Pada pembahasan “Sejarah Peradaban Umat Islam pada Masa
Khulafaurrasyidin” atau yang disebut “Masa Kemajuan Islam I”, mulai dari masa
pemerintahan Khalifah Abu Bakar sampai masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi
Thalib.
B.
Pembahasan
1.
Khalifah Abu Bakar
as-Siddiq
a.
Kelahiran Abu Bakar as-Siddiq
Abu Bakar as-Siddiq mempunyai nama lengkap Abu Bakar Abdullah bin Abi
Quhafah bin Utsman bin Amr bin Mas’ud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Luay
bin Ghalib bin Fihr at-Taimi al-Quraisy.[2]
Dilahirkan pada tahun 573 M. ia merupakan orang yang pertama kali masuk Islam
ketika Islam mulai didakwahkan. Sejak kecil ia telah mengenal keagungan Nabi Muhammad,
maka tidak sulit baginya untuk mempercayai ajaran yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. Pengorbanan Abu Bakar tidak dapat diragukan. Setelah masuk Islam,
ia tidak segan untuk menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam.
Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan pesan mengenai siapa penggantinya di
kemudian hari sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Pada
saat jenazah Nabi belum dimakamkan, di antara umat Islam ada yang mengusulkan
untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Nabi.
Aturan-aturan yang jelas tentang pengganti Nabi tidak ditemukan, yang ada
hanyalah sebuah mandate yang diterima Abu Bakar menjelang wafatnya Nabi untuk
menjadi badal imam shalat.
Tidak lama setelah Nabi wafat, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar
berkumpul dib alai kota Bani Sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa
yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup lama karena
masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi
pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah islamiyah yang tinggi,
akhirnya Abu Bakar terpilih. Rupanya semangat keagamaan Abu Bakar mendapat
penghargaan yang tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima
dan membaiatnya.
b.
Peran dan Fungsi Abu Bakar
Secara umum, dapat dikatakan bahwa pemerintahan Abu Bakar melanjutkan
kepemimpinan sebelumnya, baik kebijaksanaan dalam kenegaraan maupun pengurusan
terhadap agama, di antara kebijaksanaannya ialah sebagai berikut:[3]
1)
Kebijaksanaan pengurusan terhadap
agama
2)
Kebijaksanaan kenegaraan
a)
Bidang eksekutif
b)
Yudikatif
c)
Sosial ekonomi
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa khalifah Abu Bakar,
sebagaimana pada masa Rasulallah, bersifat sentral; kekuasaan legislate,
eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda
pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga
Nabi Muhammad, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabatnya bermusyawarah.[4]
c.
Penyebaran Islam pada Masa Abu
Bakar
Setelah berhasil menyelesaikan urusan dalam negeri, khalifah Abu Bakar
menghadapi kekuatan Persia dan Romawi yang setiap saat berkeinginan
menghancurkan eksistensi Islam. Untuk menghadapi Persia, Abu Bakar mengirim
tentara Islam di bawah pimpinan Khalid bin Walid dan Mutsanna bin Haritsah dan
berhasil merebut beberapa daerah penting Irak dari kekuasaan Persia. Adapun untuk
menghadapi Romawi, Abu Bakar memilih empat panglima Islam terbaik untuk
memimpin beribu-ribu pasukan di empat front, yaitu Amr bin Ash di front
Palestina, Yadid bin Sufyan di front Damaskus, Abu Ubaidah di fron Itims, dan
Syurahbil bin Hasanah di front Yordania. Empat pasukan ini kemudian dibantu
oleh Khalid bin Walid yang bertempur di front Syria. Perjuangan pasukan-pasukan
tersebut baru tuntas pada masa pemerintah Umar bin Khattab.[5]
d.
Faktor Keberhasilan Khalifah Abu
Bakar
Faktor keberhasilan Abu Bakar ialah dalam membangun pranata sosial di
bidang politik dan pertahanan keamanan.[6]
Keberhasilan tersebut tidak lepas dari sikap keterbukaannya. Hal ini mendorong
para tokoh sahabat, khususnya dan umat Islam umumnya, berpartisipasi aktif
untuk melaksanakan berbagai keputusan yang dibuat.
Adapun tugas-tugas eksekutif didelegasikan kepada para sahabat. Untuk
menjalankan tugas-tugas pemerintahan di Madinah, ia mengangkat Ali bin Abi
Thalib, Utsman bin Affan dan Zaid bin Tsabit sebagai katib (sekretaris), dan
Abu Ubaidah sebagai bendaharawan untuk mengurus baitul mal. Di bidang tugas
kemiliteran, ia mengangkat panglima-panglima perang sebagaimana disebut di
atas. Untuk tugas yudikatif, ia mengangkat Umar bin Khattab sebagai hakim
agung.[7]
e.
Peradaban pada Masa Abu Bakar
Bentuk peradaban yang paling besar dan luar biasa dan merupakan satu
kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan
al-Qur'an. Abu Bakar as-Shiddiq memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menghimpun
al-Qur'an dari pelepah kurma, kulit binatang dan dari hapalan kaum muslimin.
Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian al-Qur'an setelah
syahidnya beberapa orang penghafal al-Qur'an pada perang Yamamah. Umarlah yang
mengusulkan pertama kali penghimpun al-Qur'an ini.
Selain itu, pengabdian Islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu
Bakar terbagi beberapa tahapan, yaitu:
1)
Dalam bidang pranata sosial
ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat.
2)
Praktek pemerintahan khalifah Abu
Bakar terpenting lainnya adalah mengenai suksesi kepemimpinan atas inisiatifnya
sendiri dengan menunjuk Umar bin Khattab untuk menggantikannya.[8]
Akhirnya, tatkala Abu Bakar merasa kematiannya telah dekat dan sakitnya
semakin parah, dia ingin untuk memberikan kekhalifahan kepada seseorang
sehingga diharapkan manusia tidak banyak terlibat konflik, jatuhlah pilihannya
kepada Umar bin Khattab. Dia meminta pertimbangan sahabat-sahabat senior.
Mereka semua mendukung pilihan Abu Bakar. Dia pun menulis wasiat untuk itu,
lalu dia membaiat Umar. Beberapa hari setelah itu, Abu Bakar meninggal pada
hari Senin tanggal 23 Agustus 634 M, ketika itu beliau berusia 63 tahun dan
kekhalifahannya berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11 haris.[9]
2.
Khalifah Umar bin
Khattab
a.
Kelahiran Umar bin Khattab
Umar bin Khattab (583-644) yang memiliki nama lengkap Umar bin Khattab
bin Nufail bin Abd al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘Adi
bin Ka’Abu Bakar bin Lu’ay adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar
as-Shiddiq.[10] Dia
adalah salah seorang sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi Muhammad
SAW. Kebesarannya terletak pada keberhasilannya, baik sebagai negarawan yang
bijaksana maupun sebagai mujtahid yang ahli dalam membangun Negara besar yang
ditegakkan atas prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan persaudaraan yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam banyak hal, Umar bin Khattab dikenal
sebagai tokoh yang sangat bijaksana dan kreatif, bahkan genius.
Peranan Umar bin Khattab dalam sejarha Islam masa permulaan merupakan
yang paling menonjol karena perluasan wilayahnya, di samping
kebijakan-kebijakan politiknya yang lain. Adanya penaklukan besar-besaran pada
masa pemerintahan Umar merupakan fakta yang diakui kebenarannya oleh para
sejarawan. Bahkan, ada yang mengatakan, kalau tidak merupakan
penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada masa umar, Islam belum akan tersebar
seperti sekarang.
Sebelum masuk Islam, Umar bin Khattab termasuk di antara kaum kafir
Quraisy yang paling ditakuti oleh orang-orang yang sudah masuk Islam. Dia
adalah musuh dan penentang Nabi Muhammad SAW yang paling ganas dan kejam,
bahkan sangat besar keinginannya untuk membunuh Nabi Muhammad dan
pengikut-pengikutnya. Dia sering menyebar fitnah dan menuduh Nabi Muhammad
sebagai penyair dan tukang tenung.
Setelah umar masuk Islam, pada bulan Djulhijjah enam tahun setelah
kerasulan Nabi Muhammad SAW, kepribadiannya bertolak belakang dengan keadaan
sebelumnya. Dia berubah menjadi salah seorang yang gigih dan setia membela
agama Islam. Bahkan, dia termasuk seorang sahabat yang terkemuka dan paling
dekat dengan Nabi Muhammad SAW.[11]
b.
Pengangkatan Umar bin Khattab
sebagai Khalifah
Abu Bakar sebelum meninggal pada tahun 634 M/13 H, menunjuk Umar bin
Khattab sebagai penggantinya. Ada beberapa faktor yang mendorong Abu Bakar
untuk menunjuk Umar menjadi khalifah, yaitu:
1)
Kekhawatiran peristiwa yang sangat
menegangkan di Tsaqifah Bani Sa’idah yang nyaris menyeret umat Islam jurang
perpecahan akan terulang kembali, bila ia tidak menunjuk seorang yang akan
menggantikannya.
2)
Kaum Anshar dan Muhajirin saling
mengklaim sebagai golongan yang berhak menjadi khalifah.
3)
Umat Islam pada saat itu baru saja
selesai menumpas kaum murtad dan pembangkang. Sementara sebagian pasukan
mujahidin sedang bertempur di luar kota Madinah melawan tentara Persia di satu
pihak dan tentara Romawi di pihak lain.[12]
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama
terjadi: ibu kota Syiria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian,
setelah tentara Byzantium kalah di pertempuran Yarmurk, seluruh daerah Syria
jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi
diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan ‘Amr ibn ‘Ash dan ke Irak di bawah
pimpinan Sa’ad ibn Abi Waqqash. Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukan tahun
641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiah,
sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh tahun 637 M. Dari sana serangan
dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada
tahun 641 M. Masul dapat dikuasai.[13]
Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab, wilayah kekuasaan
Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, sebagian besar wilayah
Persia dan Mesir.[14]
c.
Peradaban pada Masa Khalifah Umar
bin Khattab
Peradaban yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola
administratif pemerintahan, peperangan, dan sebagainya adalah pedoman dalam
peradilan.
Umar bin Khattab memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644M). Masa
jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibuuh oleh seorang budak dari Persia
bernama Abu Lu’luah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan
yang ditempuh Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada
mereka untuk memilih seseorang di antaranya menjadi khalifah. Eam orang
tersebut adalah Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’aid ibn Abi Waqas dan
Abdurrahman ibn ‘Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil
menunjuk Utsman sebagai khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali
bin Abi Thalib.[15]
3.
Khalifah Utsman bin
Affan
a.
Kelahiran Utsman bin Affan
Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayah bin Abd
al-Manat dari suku Quraisy. Lahir pada tahun 576 M. Enam tahun setelah
penyerangan Ka’bah oleh pasukan bergajah atau enam tahun setelah kelahiran
Rasulallah saw. Usman bin Affan masuk Islam pada usia 30 tahun atas ajakan Abu
Bakar. Sesaat setelah masuk Islam ia sempat mendapatkan siksaan dari pamannya, Hakam
bin Abil Ash. Ia dijuluki ”udzun nurain” karena menikahi dua putri Rasulallah SAW.
Secara berurutan setelah yang satu meninggal, yakni Ruqayyah dan ummu Kulsum.[16]
b.
Proses pengangkatan Khalifah
Utsman Bin Affan
Sebelum meninggal dunia, Umar telah memanggil tiga calon penggantinya,
yaitu Utsman, Ali, dan Saad Bin Abi Waqqash. Dalam pertemuan dengan mereka
secara bergantian, Umar berpesan agar penggantinya tidak mengangkat kerabat
sebagai pejabat.
Di samping itu, Umar telah membentuk dewan formatur yang bertugas memilih
penggantinya kelak. Dengan formatur yang telah dibentuk oleh Umar berjumlah
enam orang, mereka adalah Ali, Utsman, Saad bin Abi Wqqash, Abd Ar-rahman bin
Auf, Zubair bin Awwam, dan Talhah bin Zubaidillah, disamping itu, Abdullah bin
Umar dijadikan anggota, tetapi tidak memiliki hak suara.
Masa pemerintahan Utsman Bin Affan termasuk yang paling lama apabila
dibandingkan dengan khalifah yang lainnya, yaitu selama 12 tahun : 24 -36 H /
644-656 M. Umar 10 tahun 13-23 H /
646-661 M. Abu Bakar 2 tahun 11-13 H / 632-634 M. Dan Ali 5 tahun 36-41 H / 656
- 661M. Awal pemerintahan Utsman, atau kira-kira 6 tahun masa pemerintahannya
penuh dengan prestasi.[17]
Pada separuh terahir masa kehalifahannya muncul perasaan tidak puas dan
kecewa dikalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan utsman memang sangat
berbeda dengan kepemimpinan umar. Ini mungkin umurnya berlanjut (diangkat dalam
usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut, akhirnya pada tahun 35H / 655 M,
Umar dibunuh oleh kaum pemberontak yang tediri dari orang-orang yang kecewa
itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat yang kecewa terhadap
kepemimpian utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan
tinggi, yang terpenting diantaranya adalah Marwan Bin Hakam. Dialah pada
dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar
khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan
penting, Utsman laksana boneka dihadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat
berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarga, Dia juga tidak tegas terhadap
kesalahan bawahan harta kekayaan Negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa
terkontrol oleh Utsman sendiri
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada
kegiatan-kegiatan yang penting, Utsman berjasa membangun bendungan untuk
menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air kekota-kota. Dia juga
membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid
Nabi di Madinah.[18]
c.
Peradaban pada masa Utsman Bin
Affan
Karya besar momental kalifah Utsman adalah membubuhkan mushaf Al-quran, [19]
pembukuan ini didasarkan atas alasan dan pertimbangan untuk mengahiri peradaban
bacaan dikalangan umat islam dikaetahui pada saat ekspedisi militer ke Armenia
dan Azerbaizan, pembukuan ini dilaksanakan oleh suatu kepanitiaan yang
diketahui oleh Zaid bin Tsabit.
Adapun kegiatan pembangunan wilayah Islam yang luas itu, meliputi
pembangunan daerah-daerah pemukiman, jembatan, jalan, masjhid, wisma tamu, pembangunan
kota-kota baru yang kemudian tumbuh pesat. Semua jalan yang menuju Madinah dilengkapi
dengan khafilah dan fasilitas bagi para pendatang. Masjid Nabi di Madinah diperluas,tempat
persediaan air dibangun di Madinah, dikota-lota padang pasir, an
diladang-ladang peternakan unta dan kuda,Pembangunan berbagai sarana umum ini
menunjukan bahwa utsman sebagai khalifah sangat memperhatikan kemaslahatan
public sebagai bentuk dari manifestasi kebudayaan sebuah masyarakat.[20]
4.
Ali bin Abi Thalib
Setelah Utsman wafat masyarakat beramai-ramai membaiat Ali Bin AbiThalib
sebagai khalifah, Ali memeritah hanya enam tahun, selama masa pemerintahannya
ia mengalami berbagai pergolakan, setelah menduduki jabatan khalifah, Ali
memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman, dia juga menarik kembali tanah
yang dihadiahkan oleh Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil
pendapatannya kepada Negara, dan memakai kembali, system distribusi pajak
tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana telah diterapkan Umar.
Tidak lama setelah itu, Ali menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan
Aisyah, dan terjadilah perang jamal (unta), perang itu terjadi karena Ali tidak
mau menghukum Para pembunuh Utsman Ali berhasil mengalahkan lawannya.
Setelah berhasil mengalahkan pemperontakan Zubair, Ali bergerak dari
kuffah kedamaskus, pasukannya bertemu dengan pasukan muawiyah di siffin, perang
ini disebut perang siffin yang menimbulksn golongan yang keluar dari barisan
Ali (Al-khawarij). Diujung masa pemerintahannya, umat Islam terpecah belah
menjadi tiga kekuatan politik, yaitu muawiyah, Syiah (pengikut Ali),
Al-khawarij. Munculnya khawarij menimbulkan tentara yang semakin lemah,
sementara muawiyah bertambah kuat, pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660) Ali
terbunuh oleh seorang dari kelompok khawarij.
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh Hasan selama
beberapa bulan, karena Hasan lemah dan Muawiyah semakin kuat, Hasan membuat
perjanjian damai untuk mempersatukan umat Islam kembali dibawah Muawiyah bin
Abi Sofyan, Tapi perjanjian itu menyebabkan muawiyah menjadi panguasa absolut
dalam Islam, Tahun persatuan itu disebut tahun jamah (am jamaah) dengan
demikian berakhirlah kehalifahan rasyidin.
KESIMPULAN
Sejarah islam dapat dibagi kedalam periode kelasik, periode pertengahan
dan periode modern,.Periode kelasik ini dapat pula dibagi kedalam dua masa,
masa kemajuan Islam I dan masa disentigrasi. Pada masa kemajuan Islam I
merupakan masa ekspansi, integrasi dan kemasan Islam.
Dalam hal ekspansi ,sebelum Nabi Muhammad saw wafat ditahun. 632 M.
Seluruh semenanjung Arabia telah tunduk kebawah kekuasaan Islam, Ekpansi ke
daerah-daerah luar Arabia dimulai pada zaman khalifah pertama Abu Bakar
Assidik.
Abu Bakar menjadi khalifah ditahun
632 M tapi dua tahun kemudian meninggal
dunia. Usaha-usaha yang telah dimulai Abu Bakar ini dilanjutkan oleh
khalifah kedua, yaitu Umar bin Khatab, (634-644) dizamannyalah gelombang
ekpansi tejadi.
Dengan adanya gelombang ekspansi pertama ini, kekuasan Islam dibawah
kekuasaan khalifah Umar, telah meliputi semenanjung Arabia, juga Palestina,Suria.
Irak, Persia dan Mesir.
Dizaman Utsman Bin Affan (644-656 M)
tripolo eiprus, dan beberapa daerah lain dikuasai ,tetapi gelombang ekspansi
pertama berhenti disini. Dikalangan umat Islam dimulai terjadi perpecahan
karena soal pemerintahan dan dalam kekacauan yang timbul Utsman mati terbunuh.
Sebagai penganti Utsman , Ali bin Abi Thalib, menjadi khalifah ke empat
(656-661 M) tetapi mendapat tatangan dari pihak pendukung Utsman, terutama
Muawiyah, gubernur damaskus dari golongan Talhah dan Zubair di Mekkah dari kaum
khawarij Ali, sebagaimana Utsman mati terbunuh, dan muawiyah menjadi khalifah
kelima, selanjutnya Muawiyah membentuk dinasti Bani Umayyah (661-750 M) dan
ekspansi gelombang kedua terjadi dizaman dinasti ini.
Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode khulafaur rasyidin,
(khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah
betul-betul menurut teladan Nabi. Mereka dipilih bedasarkan proses musyawarah (demokrasi).
Setelah periode ini pemerintahan Islm berbentuk kerajaan, kekuasan
diwariskan secara turun temurun. Seorang khalifah pada masa khulafaur rasyidin
tidak pernah bertindak sendiri ketika Negara mengalami kesulitan sedangkan
khalifah-khalifah sesudahnya sering bertindak otoriter.
DAFTAR PUSTAKA
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1997)
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam,
(Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Harun Nasution, Islam Ditinjau
dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1985), Cet. Ke-5, Jilid I
[1]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 35
[2]
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 67
[3] Ibid.,
h. 70
[4] Op.
Cit., h. 36
[5]
Dedi Supriyadi, Op. Cit., h. 71
[6] Ibid.,
h. 72
[7] Ibid.,
h. 72-73
[8] Ibid.,
h. 73-74
[9] Ibid.,
h. 76
[10] Ibid.,
h. 77
[11] Ibid.,
h. 77-78
[12] Ibid.,
[13] Op.
Cit., h. 37
[14]
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta:
UI Press, 1985), Cet. Ke-5, Jilid I, h. 58
[15]
Badri Yatim, Op. Cit., h. 38
[16] Loc.
Cit., h. 86
[17] Ibid.,
h. 87
[18]
Badri Yatim, Op. Cit., h. 38-39
[19]
Dedi Supriyadi, Op. Cit., h. 92
[20] Ibid,
h. 20-21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar